KEBUDAYAAN
KEPULAUAN RIAU
LATAR BELAKANG
Riau, baik Riau daratan maupun Riau kepulauan, mempunyai latar belakang
sejarah yang cukup panjang. Berbagai tinggalan budaya masa lampau banyak ditemukan di wilayah provinsi
itu. Riau Kepulauan pernah berjaya dengan Kerajaan Riau.
Suku Melayu merupakan etnis yang
termasuk ke dalam rumpun ras Austronesia. Suku Melayu dalam pengertian ini,
berbeda dengan konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia,
Brunei Darussalam, dan Singapura.
Suku Melayu bermukim di sebagian
besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand
Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang
sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia,
jumlah Suku Melayu sekitar 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar
mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera
Selatan, Bangka Belitung,dan Kalimantan Barat.
PENGENALAN
PROVINSI KEPULAUAN RIAU, TANJUNGPINANG
Tanjungpinang merupakan pusat kebudayaan Melayu, hingga saat ini budaya
melayu masih kental dalam kehidupan sehari-hari. Adanya Gurindam 12 yang
ditulis oleh Raja Ali Haji mengangkat citra negeri ini bahkan tersohor
keseluruh negeri. Begitu juga dengan julukan kota gurindam negeri pantun yang hingga
saat ini masyarakatnya tidak pernah lupa akan sejarah dan budaya Melayu.
Budaya melayu merupakan induk
dari lahirnya kota Tanjungpinang. Dengan keramahtamahan masyarakatnya,
Tanjungpinang tidak menutup budaya lain yang ikut membangun kota ini. Dari
etnis tionghoa, jawa, medan, padang, ambon dan lain sebagainya membuat kota
tanjungpinang menjadi kaya akan keanekaragaman budaya yang dimilikinya.
Keseimbangan dalam berbudaya terus menjadi keutamaan dalam membangun
ketentraman dan keamanan masyarakat.
Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri
dari 4 kabupaten dan 2 kota, 47 kecamatan serta 274 kelurahan/desa dengan
jumlah 2.408 pulau besar dan kecil yang 30% belum bernama dan berpenduduk.
Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 km², sekitar 95% merupakan lautan dan
hanya sekitar 5% daratan.
Pulau Penyengat merupakan salah satu kawasan wisata
di Kota Tanjungpinang. Pulau seluas 3,5 km² ini berada di sebelah barat
Kota Tanjungpinang dan dapat ditempuh 15 menit dengan transportasi laut. Pada
pulau ini terdapat banyak peninggalan lama dengan wujud bangunan dan makam yang
telah dijadikan situs cagar budaya. Selain itu juga dijumpai kelenteng atau
vihara di kawasan Kampung Bugis yang sekaligus menjadi kawasan wisata religi.
SENI TARI
Daerah Riau atau secara
administratif disebut Provinsi
Kepulauan Riau (Kepri) memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dari
mulai sastra, musik, dan tari. Salah satu dari kekayaan Kepri ialah Tari
Melemangdan Tari Tandak.
1.
Tari Melemang
Menurut
sejarah, tari melemang merupakan tarian tradisional yang berasal dari
Tanjungpisau, Kecamatan Bintan.Tari melemang pertama kali dimainkan sekitar
abad ke-12.Ketika itu, tari Melemang hanya dimainkan diistana Kerajaan Melayu
Bentan yang pusatnya berada dibukit batu, Bintan. Tarian ini hanya
dipersembahkan bagi Raja ketika sang Raja sedang beristirahat, karena merupakan
istana yang ditarikan oleh para dayang kerajaan. Namun setelah kerajaan Bentan
mengalami keruntuhan tari Melemang berubah menjadi tarian hiburan rakyat.
Tari melemang biasanya dimainkan oleh 14 penari, diantaranya seorang pemain
berperan sebagai Raja, seorang berperan sebagai permaisuri, seorang berperan
sebagai puteri, empat orang sebagai pemusik, seorang sebagai penyanyi serta
enam orang sebagai penari, mereka menggunakan kostum bergaya melayu sesuai
dengan perannya.
2.
Tari Tandak
Tarian ini adalah tarian dan juga nyanyian. Bentuk
tariannya berupa pantun yang saling bertimbal-balik antara kelompok pria dan
wanita. Lagu atau pantun pada tarian ini berisi tentang hal-hal yang ada di
bumi atau mengenai kehidupan sehari-hari manusia. Tari tandak adalah tarian
pergaulan yang sangat digemari atau disukai di daerah Riau.Tari ini merupakan
gabungan antara seni tari dan sastra, biasanya dipertunjukan pada malam
hari.Tarian ini diawali dengan semua peserta tari tandak membentuk sebuah
lingkaran dan saling berpegangan pundak setiap peserta. Lantas para peserta
berjalan sambil mengangkat kaki dan menghentakannya ke tanah. Pada tari tandak biasanya
dipimpin oleh seorang yang disebut kepala ngejang. Kepala ngejang bertugas
sebagai pemberi irama pada gerakan tari tandak, dan berdiri di tengah-tangah
peserta dengan memainkan alat giring-giring yang berbahan besi
atau perak bercampur perunggu.
Tarian ini bertujuan agar pemuda dan pemudi
mempunyai kesempatan untuk bertemu. Pertemuan itu kadang-kadang berakhir pada
jatuh cinta.Tari Tandak menjadi media silaturahmi tempat bertemunya antara pemuda
dan pemudi antar kampung. Banyak pasangan suami istri yang bermula dari
pertemuan acara tari Tandak ini namun ada pula yang kisah cintanya tidak
direstui pihak keluarga.
Tarian ini melambangkan ikatan ikatan yang terjalin antara teman-teman yang
berlainan kampung.Tarian ini juga menciptakan rasa aman antar kampung. Dalam
taria ini, semua peserta bebas memilih pasangan.Karena tarian ini merupaka
hiburan sekaligus silaturahmi, acara ini banyak dihadiri oleh warga, dari anak
kecil hingga orang dewasa. Secara rutin acara tari tandak ini dilaksanakan
setiap bulan Juli-Oktober setiap tahunnya, di mana pada bulan-bulan
tersebut para petani usai melaksanakan panen.
RUMAH ADAT
Kepulauan Riau memang sangat kaya dengan keragaman
seni dan budayanya, seperti halnya keragam bentuk dari rumah adat yang terdapat
di kabupaten dan kota di Provinsi Kepri yaitu selaso jatoh kembar. Keragaman
tersebut terjadi karena secara geografi provinsi ini terpisahkan laut antara
satu pulau dengan lainnya. Mungkin jaman dahulu faktor tersebut menjadi akibat
dari sulitnya komunikasi sehingga saling mengisolasi diri. Maka antara satu
daerah dan lainya walau agak mirip tapi bentuk budaya dan rumahnya sedikit
berbeda.
Namun dari keragaman bentuk rumah tradisional yang
terdapat di Kepri, ada kesamaan jenis dan gaya arsitektur. Dari jenisnya, rumah
tradisional ini pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang
dengan bentuk bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah ini hampir
serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama, dan memiliki
ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut, pucuk rebung dll.
Keumuman berikutnya terletak pada arah rumah tradisional Kepri yang dibangun
menghadap ke sungai. Ini terjadi karena masyarakat tardisional Kepri
menggunakan sungai sebagai sarana transportasi.
Jika dideskripsikan, denah rumah adat ini hanya memiliki Selasar di
bagian depan. Tengah rumah pada bagian tengah dengan bersekat papan antara
selasar dan telo.Kemudian bentuk rumah mengecil pada bagian telo yang berguna
sebagai tempat makan, dll.Dan pada bagian belakang terdapat dapur.
Balai Salaso
Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah,
karena itu dikatakan Salaso Jatuh.Semua
bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa
ukiran.Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan
dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebutSalembayung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.Selasar dalam bahasa
melayu disebut dengan Selaso.Selaso
jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar (selaso, salaso) yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah.
Rumah Selaso
Jatuh Kembar dihiasi corak dasar Melayu umumnya bersumber dari alam,
yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa.Di antara corak-corak
tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan
(flora). Padahal sejak jaman dahulu gaya arsitektur bangunan dan seni ukir
sangat kuat dipengaruhi oleh corak Hindu-Budha. Peralihan gaya pada corak ini
terjadi karena orang Melayu pada umumnya beragama Islam. Sehingga corak hewan
(fauna) dikhawatirkan menjurus pada hal-hal yang berbau “keberhalaan”.
Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik (Belah
ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain.Di samping itu, ada juga corak
kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran.Pengembangan corak-corak dasar itu,
di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga
memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
SENJATA KHAS KEPULAUAN RIAU
Pedang Jenawi
(Tumbuk Lada)
Sejenis Senjata tradisional dari daerah Kepulauan Riau.pedang jenawi ini
digunakan para panglima perang dalam pertempuran. Panjang pedang ini mencapai
satu meter. Senjata lainnya adalah kelewang, digunakan prajurit tempo dulu.
Pada pangkal
sarung Tumbuk Lada terdapat bonjolan bundar yang selalunya dihias dengan ukiran
yang dipahat.Sarung senjata ini selalunya dilapis dengan kepingan perak yang
diukir dengan pola-pola rumit. Panjang bilah tumbuk lada sekitar 27 cm hingga
29 cm. Lebar bilahnya sekitar 3.5 cm hingga 4 cm.
Dari tengah bilah sampai ke
pangkalnya terdapat alur yang dalam.
Selain keris, Tumbuk Lada pada zaman
dulu juga menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat di Kepulauan Riau, Deli,
Siak dan Semenanjung Tanah Melayu.
Tumbuk Lada digunakan secara menikam, mengiris dan menusuk dalam pertempuran
jarak dekat.Ia boleh dipegang dengan dua jenis genggaman yaitu dengan mata
keatas ataupun mata ke bawah.
BAJU ADAT KHAS KEPULAUAN RIAU
PRIA
Pakaian pria
yang digunakan pria disebut baju teluk belanga.baju ini dipadankan dengan
celana panjang yang disuji.sehelai kain diikatkan ditengah badan hamper
menyentuh lutut.bagian kepala ditutup dengan destar atau tanjak.pada hari
pernikahan pengantin pria memakai jubah yang dilengkapi celana panjang,kain selempang dan ikat
pinggang.pengantin ini memakai tutup kepala yg disebut ketu.
WANITA
Wanita
memakai atasan berupa baju kurung dan kain selempang yang telah
disuji.bawahannya adalah kain songket dengan motif yang cantik.pakaian ini dilengkapi
dengan perhiasan berupa anting,gelang dan cincin.pakaian pengantin dilengkapi
baju telepuk dan kain cual.Sanggul kepala dihiasi tusuk cempaka emas dan
penutup dahi atau pasiani.perhiasan lain yang biasa digunakan adalah pending
gelang dan cicncin terbuat dari emas.
Siput laut
merupakan makanan khas masyarakat di Kepulauan Riau. Warga setempat menyebutnya
sebagai gonggong.Hewan laut ini banyak terdapat di Desa Lobam, Tanjung Uban,
Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
MAKANAN KHAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Untuk
mencapai daerah Tanjung Uban membutuhkan waktu perjalanan selama 30 menit
dengan menggunakan speed boat dari Batam, Ibukota Kepulauan Riau. Perjalanan kemudian dilanjutkan melalui darat sejauh 30 kilometer ke arah
selatan Pulau Bintan.
Di pinggir Pantai Lobam seluas 10 hektar inilah
gonggong dengan mudah dapat ditemukan ketika air laut sedang surut.Sedikitnya
setiap hari terdapat 50 warga setempat yang mencari gonggong di pinggir pantai.
Salah seorang diantaranya nenek berusia 60 tahun
bernama Karmelia. Dia mulai mencari gonggong sejak fajar menyingsing, dengan
ditemani dua orang cucunya yang telah putus sekolah.
Tak hanya gonggong yang dia dapat bersama cucunya,
tetapi juga biota laut lainnya, seperti tripang, kepiting dan udang.
Namun
belakangan, gonggong yang berukuran besar semakin sulit didapat.Kebanyakan yang
ditemui gonggong berukuran kecil.Belum lagi, pencari gonggong kini telah
semakin banyak. Sehingga Karmelia yang telah menekuni pekerjaan ini selama
kurang lebih 20 tahun setiap hari hanya dapat memperoleh satu hingga dua
kilogram gonggong. Hasil
tangkapannya dijual ke pengepul seharga 7 ribu rupiah per kg.
Di pengepul gong gong yang masih segar disimpan selama dua hari di gudang
penyimpanan. Hal ini dilakukan agar kotoran dan pasir lepas dari cangkang
gonggong.
Gonggong sebenarnya dapat dijadikan alternatif warga Kepulauan Riau mencari
nafkah.Namun sayangnya, biota laut jenis Molusca ini belum dapat dibudidayakan.
Hewan ini baru terbatas berkembang biak secara alami, karena setiap hari diambil,
gonggong dapat punah.Apalagi biota laut ini memerlukan waktu lama, sekitar 5
tahun untuk mengeraskan cangkangnya.
Balai Budi Daya Laut Departemen Kelautan dan
Perikanan Kota Batam, telah mengupayakan pelestarian gonggong dengan melakukan
usaha pelestarian di habitat aslinya di pinggir pantai.Benih gonggong dilepas
di areal seluas dua hektar untuk mengetahui pola pergerakan dan reproduksinya. Gonggong boleh saja semakin sulit
didapat. Namun animo masyarakat makan gonggong tetap.
KESIMPULAN
Jadi, keberagaman kebudayaan sangat
banyak diIndonesia khususnya di daerah Tanjungpinang, Kepulauan Riau, sangat
banyak terdapat keunikan kebudayaan di provinsi ini, dari makanan khas
daerahnya, senjata khasnya, baju pengantinnya, tarian khasnya dan banyak lagi,
juga sejarah kebudayaan daerah Provinsi kepulauan Riau ini sangat layak untuk
dilirik dan berpotensi menjadi kebanggan kebudayaan Indonesia.