Wednesday, December 30, 2015

Kebudayaan Kepulauan Riau

KEBUDAYAAN
KEPULAUAN RIAU
LATAR BELAKANG
Riau, baik Riau daratan maupun Riau kepulauan, mempunyai latar belakang sejarah yang cukup panjang. Berbagai tinggalan budaya masa lampau banyak ditemukan di wilayah provinsi itu. Riau Kepulauan pernah berjaya dengan Kerajaan Riau.
Suku Melayu merupakan etnis yang termasuk ke dalam rumpun ras Austronesia. Suku Melayu dalam pengertian ini, berbeda dengan konsep Bangsa Melayu yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura.
Suku Melayu bermukim di sebagian besar Malaysia, pesisir timur Sumatera, sekeliling pesisir Kalimantan, Thailand Selatan, Mindanao, Myanmar Selatan, serta pulau-pulau kecil yang terbentang sepanjang Selat Malaka dan Selat Karimata. Di Indonesia, jumlah Suku Melayu sekitar 3,4% dari seluruh populasi, yang sebagian besar mendiami propinsi Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung,dan Kalimantan Barat.
PENGENALAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU, TANJUNGPINANG
Tanjungpinang merupakan pusat kebudayaan Melayu, hingga saat ini budaya melayu masih kental dalam kehidupan sehari-hari. Adanya Gurindam 12 yang ditulis oleh Raja Ali Haji mengangkat citra negeri ini bahkan tersohor keseluruh negeri. Begitu juga dengan julukan kota gurindam negeri pantun yang hingga saat ini masyarakatnya tidak pernah lupa akan sejarah dan budaya Melayu.
Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari provinsi Riau. Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga.
Budaya melayu merupakan induk dari lahirnya kota Tanjungpinang. Dengan keramahtamahan masyarakatnya, Tanjungpinang tidak menutup budaya lain yang ikut membangun kota ini. Dari etnis tionghoa, jawa, medan, padang, ambon dan lain sebagainya membuat kota tanjungpinang menjadi kaya akan keanekaragaman budaya yang dimilikinya. Keseimbangan dalam berbudaya terus menjadi keutamaan dalam membangun ketentraman dan keamanan masyarakat.


Kepulauan Riau adalah sebuah provinsi di Indonesia.
Provinsi Kepulauan Riau berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja
Utara              : Malaysia dan provinsi Kalimantan Barat.
Timur             : Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi.
Selatan           : Negara Singapura, Malaysia dan provinsi Riau di sebelah barat.
Secara keseluruhan wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 kabupaten dan 2 kota, 47 kecamatan serta 274 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil yang 30% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 km², sekitar 95% merupakan lautan dan hanya sekitar 5% daratan.
Pulau Penyengat merupakan salah satu kawasan wisata di Kota Tanjungpinang. Pulau seluas 3,5 km² ini berada di sebelah barat Kota Tanjungpinang dan dapat ditempuh 15 menit dengan transportasi laut. Pada pulau ini terdapat banyak peninggalan lama dengan wujud bangunan dan makam yang telah dijadikan situs cagar budaya. Selain itu juga dijumpai kelenteng atau vihara di kawasan Kampung Bugis yang sekaligus menjadi kawasan wisata religi.
SENI TARI
Daerah Riau atau secara administratif disebut Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) memiliki kekayaan budaya yang beraneka ragam dari mulai sastra, musik, dan tari. Salah satu dari kekayaan Kepri ialah Tari Melemangdan Tari Tandak.
1.      Tari Melemang
Menurut sejarah, tari melemang merupakan tarian tradisional yang berasal dari Tanjungpisau, Kecamatan Bintan.Tari melemang pertama kali dimainkan sekitar abad ke-12.Ketika itu, tari Melemang hanya dimainkan diistana Kerajaan Melayu Bentan yang pusatnya berada dibukit batu, Bintan. Tarian ini hanya dipersembahkan bagi Raja ketika sang Raja sedang beristirahat, karena merupakan istana yang ditarikan oleh para dayang kerajaan. Namun setelah kerajaan Bentan mengalami keruntuhan tari Melemang berubah menjadi tarian hiburan rakyat.
Tari melemang biasanya dimainkan oleh 14 penari, diantaranya seorang pemain berperan sebagai Raja, seorang berperan sebagai permaisuri, seorang berperan sebagai puteri, empat orang sebagai pemusik, seorang sebagai penyanyi serta enam orang sebagai penari, mereka menggunakan kostum bergaya melayu sesuai dengan perannya.
2.      Tari Tandak
Tarian ini adalah tarian dan juga nyanyian. Bentuk tariannya berupa pantun yang saling bertimbal-balik antara kelompok pria dan wanita. Lagu atau pantun pada tarian ini berisi tentang hal-hal yang ada di bumi atau mengenai kehidupan sehari-hari manusia. Tari tandak adalah tarian pergaulan yang sangat digemari atau disukai di daerah Riau.Tari ini merupakan gabungan antara seni tari dan sastra, biasanya dipertunjukan pada malam hari.Tarian ini diawali dengan semua peserta tari tandak membentuk sebuah lingkaran dan saling berpegangan pundak setiap peserta. Lantas para peserta berjalan sambil mengangkat kaki dan menghentakannya ke tanah. Pada tari tandak biasanya dipimpin oleh seorang yang disebut kepala ngejang. Kepala ngejang bertugas sebagai pemberi irama pada gerakan tari tandak, dan berdiri di tengah-tangah peserta dengan memainkan alat giring-giring yang berbahan besi atau perak bercampur perunggu.
Tarian ini bertujuan agar pemuda dan pemudi mempunyai kesempatan untuk bertemu. Pertemuan itu kadang-kadang berakhir pada jatuh cinta.Tari Tandak menjadi media silaturahmi tempat bertemunya antara pemuda dan pemudi antar kampung. Banyak pasangan suami istri yang bermula dari pertemuan acara tari Tandak ini namun ada pula yang kisah cintanya tidak direstui pihak keluarga.

Tarian ini melambangkan ikatan ikatan yang terjalin antara teman-teman yang berlainan kampung.Tarian ini juga menciptakan rasa aman antar kampung. Dalam taria ini, semua peserta bebas memilih pasangan.Karena tarian ini merupaka hiburan sekaligus silaturahmi, acara ini banyak dihadiri oleh warga, dari anak kecil hingga orang dewasa. Secara rutin acara tari tandak ini dilaksanakan setiap bulan  Juli-Oktober setiap tahunnya, di mana pada bulan-bulan tersebut para petani usai melaksanakan panen.
RUMAH ADAT
Kepulauan Riau memang sangat kaya dengan keragaman seni dan budayanya, seperti halnya keragam bentuk dari rumah adat yang terdapat di kabupaten dan kota di Provinsi Kepri yaitu selaso jatoh kembar. Keragaman tersebut terjadi karena secara geografi provinsi ini terpisahkan laut antara satu pulau dengan lainnya. Mungkin jaman dahulu faktor tersebut menjadi akibat dari sulitnya komunikasi sehingga saling mengisolasi diri. Maka antara satu daerah dan lainya walau agak mirip tapi bentuk budaya dan rumahnya sedikit berbeda.
Namun dari keragaman bentuk rumah tradisional yang terdapat di Kepri, ada kesamaan jenis dan gaya arsitektur. Dari jenisnya, rumah tradisional ini pada umumnya adalah rumah panggung yang berdiri diatas tiang dengan bentuk bangunan persegi panjang. Dari beberapa bentuk rumah ini hampir serupa, baik tangga, pintu, dinding, susunan ruangannya sama, dan memiliki ukiran melayu seperti selembayung, lebah bergayut, pucuk rebung dll.
Keumuman berikutnya terletak pada arah rumah tradisional Kepri yang dibangun menghadap ke sungai. Ini terjadi karena masyarakat tardisional Kepri menggunakan sungai sebagai sarana transportasi.
Jika dideskripsikan, denah rumah adat ini hanya memiliki Selasar di bagian depan. Tengah rumah pada bagian tengah dengan bersekat papan antara selasar dan telo.Kemudian bentuk rumah mengecil pada bagian telo yang berguna sebagai tempat makan, dll.Dan pada bagian belakang terdapat dapur.
Balai Salaso Jatuh mempunyai selasar keliling yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah, karena itu dikatakan Salaso Jatuh.Semua bangunan baik rumah adat maupun balai adat diberi hiasan terutama berupa ukiran.Di puncak atap selalu ada hiasan kayu yang mencuat keatas bersilangan dan biasanya hiasan ini diberi ukiran yang disebutSalembayung yang mengandung makna pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Selasar dalam bahasa melayu disebut dengan Selaso.Selaso jatuh kembar sendiri bermakna rumah yang memiliki dua selasar (selaso, salaso) yang lantainya lebih rendah dari ruang tengah.
Rumah Selaso Jatuh Kembar dihiasi corak dasar Melayu umumnya bersumber dari alam, yakni terdiri atas flora, fauna, dan benda-benda angkasa.Di antara corak-corak tersebut, yang terbanyak dipakai adalah yang bersumber pada tumbuh-tumbuhan (flora). Padahal sejak jaman dahulu gaya arsitektur bangunan dan seni ukir sangat kuat dipengaruhi oleh corak Hindu-Budha. Peralihan gaya pada corak ini terjadi karena orang Melayu pada umumnya beragama Islam. Sehingga corak hewan (fauna) dikhawatirkan menjurus pada hal-hal yang berbau “keberhalaan”.
Ada pula corak yang bersumber dari bentuk-bentuk tertentu yakni wajik (Belah ketupat), lingkaran, kubus, segi, dan lain-lain.Di samping itu, ada juga corak kaligrafi yang diambil dari kitab Alquran.Pengembangan corak-corak dasar itu, di satu sisi memperkaya bentuk hiasan. Di sisi lain, pengembangan itu juga memperkaya nilai falsafah yang terkandung di dalamnya.
SENJATA KHAS KEPULAUAN RIAU
Pedang Jenawi (Tumbuk Lada)
Sejenis Senjata tradisional dari daerah Kepulauan Riau.pedang jenawi ini digunakan para panglima perang dalam pertempuran. Panjang pedang ini mencapai satu meter. Senjata lainnya adalah kelewang, digunakan prajurit tempo dulu.
Pada pangkal sarung Tumbuk Lada terdapat bonjolan bundar yang selalunya dihias dengan ukiran yang dipahat.Sarung senjata ini selalunya dilapis dengan kepingan perak yang diukir dengan pola-pola rumit. Panjang bilah tumbuk lada sekitar 27 cm hingga 29 cm. Lebar bilahnya sekitar 3.5 cm hingga 4 cm.
Dari tengah bilah sampai ke pangkalnya terdapat alur yang dalam.
Selain keris, Tumbuk Lada pada zaman dulu juga menjadi salah satu kelengkapan pakaian adat di Kepulauan Riau, Deli, Siak dan Semenanjung Tanah Melayu.
Tumbuk Lada digunakan secara menikam, mengiris dan menusuk dalam pertempuran jarak dekat.Ia boleh dipegang dengan dua jenis genggaman yaitu dengan mata keatas ataupun mata ke bawah.
BAJU ADAT KHAS KEPULAUAN RIAU

PRIA
Pakaian pria yang digunakan pria disebut baju teluk belanga.baju ini dipadankan dengan celana panjang yang disuji.sehelai kain diikatkan ditengah badan hamper menyentuh lutut.bagian kepala ditutup dengan destar atau tanjak.pada hari pernikahan pengantin pria memakai jubah yang dilengkapi celana panjang,kain selempang dan ikat pinggang.pengantin ini memakai tutup kepala yg disebut ketu.
WANITA
Wanita memakai atasan berupa baju kurung dan kain selempang yang telah disuji.bawahannya adalah kain songket dengan motif yang cantik.pakaian ini dilengkapi dengan perhiasan berupa anting,gelang dan cincin.pakaian pengantin dilengkapi baju telepuk dan kain cual.Sanggul kepala dihiasi tusuk cempaka emas dan penutup dahi atau pasiani.perhiasan lain yang biasa digunakan adalah pending gelang dan cicncin terbuat dari emas.
Siput laut merupakan makanan khas masyarakat di Kepulauan Riau. Warga setempat menyebutnya sebagai gonggong.Hewan laut ini banyak terdapat di Desa Lobam, Tanjung Uban, Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
MAKANAN KHAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Untuk mencapai daerah Tanjung Uban membutuhkan waktu perjalanan selama 30 menit dengan menggunakan speed boat dari Batam, Ibukota Kepulauan Riau. Perjalanan kemudian dilanjutkan melalui darat sejauh 30 kilometer ke arah selatan Pulau Bintan.
Di pinggir Pantai Lobam seluas 10 hektar inilah gonggong dengan mudah dapat ditemukan ketika air laut sedang surut.Sedikitnya setiap hari terdapat 50 warga setempat yang mencari gonggong di pinggir pantai.
Salah seorang diantaranya nenek berusia 60 tahun bernama Karmelia. Dia mulai mencari gonggong sejak fajar menyingsing, dengan ditemani dua orang cucunya yang telah putus sekolah.
Tak hanya gonggong yang dia dapat bersama cucunya, tetapi juga biota laut lainnya, seperti tripang, kepiting dan udang.
Namun belakangan, gonggong yang berukuran besar semakin sulit didapat.Kebanyakan yang ditemui gonggong berukuran kecil.Belum lagi, pencari gonggong kini telah semakin banyak. Sehingga Karmelia yang telah menekuni pekerjaan ini selama kurang lebih 20 tahun setiap hari hanya dapat memperoleh satu hingga dua kilogram gonggong. Hasil tangkapannya dijual ke pengepul seharga 7 ribu rupiah per kg. Di pengepul gong gong yang masih segar disimpan selama dua hari di gudang penyimpanan. Hal ini dilakukan agar kotoran dan pasir lepas dari cangkang gonggong.
Gonggong sebenarnya dapat dijadikan alternatif warga Kepulauan Riau mencari nafkah.Namun sayangnya, biota laut jenis Molusca ini belum dapat dibudidayakan. Hewan ini baru terbatas berkembang biak secara alami, karena setiap hari diambil, gonggong dapat punah.Apalagi biota laut ini memerlukan waktu lama, sekitar 5 tahun untuk mengeraskan cangkangnya.
Balai Budi Daya Laut Departemen Kelautan dan Perikanan Kota Batam, telah mengupayakan pelestarian gonggong dengan melakukan usaha pelestarian di habitat aslinya di pinggir pantai.Benih gonggong dilepas di areal seluas dua hektar untuk mengetahui pola pergerakan dan reproduksinya. Gonggong boleh saja semakin sulit didapat. Namun animo masyarakat makan gonggong tetap.
KESIMPULAN
Jadi, keberagaman kebudayaan sangat banyak diIndonesia khususnya di daerah Tanjungpinang, Kepulauan Riau, sangat banyak terdapat keunikan kebudayaan di provinsi ini, dari makanan khas daerahnya, senjata khasnya, baju pengantinnya, tarian khasnya dan banyak lagi, juga sejarah kebudayaan daerah Provinsi kepulauan Riau ini sangat layak untuk dilirik dan berpotensi menjadi kebanggan kebudayaan Indonesia.

No comments:

Post a Comment