BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Indonesia merupakan
Negara kepulauan yang dapat meliputi dari segala aspek permasalahan
yang terjadi di dunia. Terutama dalam permasalahan Hukum yang
melimpah ruah di Negara ini (INDONESIA) khususnya hukum yang ada di
bali. Sistem hukum yang ada di bali kian lama kian menyusut,hal ini
dapat di sebabkan oleh individu manusia itu sendiri,secara analisis
Hukum yang bertujuan tidak saja mengatur lembaga antar manusia untuk
menciptakan kebahagiaan duniawi tetapi juga bertujuan untuk menjamin
kesejahteraan rohani.
Undang-undang atau
hukum menjamin keamanan dan kehidupan setiap individu dalam
masyarakat apabila undang-undang itu atau Hukum itu di taati dan di
patuhi. Untuk itu harus ada adanya kesadaran hukum dengan mengenal
Hukum itu sebaik-baiknya.Salah satu dari fungsi Hukum pada usaha
untuk pencegahan timbulnya kesewenangan dalam masyarakat melalui
norma-norma yang ada pada masyarakat itu di atur dan kalau perlu di
paksa supaya manusia mau tunduk melalui kekuasaan hakim atau
penguasa.Berbicara tentang Hukum, maka pikiran kita mungkin akan
langsung tertuju pada undang-undang atau peraturan tertulis lainnya.
Padahal sesungguhnya, hukum mempunyai begitu banyak aspek yang
terdiri dari jauh lebih banyak komponen atau unsure lainnya, seperti
filsafat hukum, sumber hukum, kaedah hukum,penegakan hukum, pelayanan
hukum,dan lain sebagainya
- Rumusan Masalah
Adapun
Rumusan Masalah dari makalah ini adalah:
- Apakah perlu mempelajari Hukum?
- Bagaimana keberadaan dan Penataan Hukum Hindu di Indonesia?
- Apa Eksistensi Hukum Hindu di Indonesia?
- Tujuan
Adapun
Tujuan dari penulisan Makalah ini yakni:
- Untuk dapat memahami arti dan fungsi dari Hukum itu sendiri.
- Untuk dapat mengimplementasikan Hukum itu di kehidupan bermasyarakat.
- Untuk menegakkan keadilan di tengah-tengah permasalahan masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Perlunya
Mempelajari Hukum Hindu
Di dalam kalangan
masyarakat selalu timbul pertanyan yang mengarah pada Hukum Hindu,
bahkan tidak masyarakat saja yang mempertanyakan akan tetapi
Mahasiswa itu sendiri masih bertanya tentang Hukum tersebut.Mengapa
perlu kita mempelajari hukum hindu dan mengapa masyarakat hindu yang
merupakan bagian dari pada penduduk Indonesia tunduk pada hukum agama
yang di anutnya, bersumber pada hukum bagi kemungkinan dapat tidaknya
di perlukan hukum agama bagi masyarakat hindu.
Tingkah laku manusia
adalah perwujudan riil dari pada sikap Hindu dan pandangan bangsa
berdasarkan undang-undang Dasar 1945 dan pancasila yang akan
mempengaruhi pula tingkah laku manusia dalam berbuat sesuai menurut
landasan konstitusional itu.Bangsa Indonesia mencerminkan dalam
Falsafah bangsa yang di sebut dengan Pancasila. Panpres No. 1 Th.
1965 yang telah di undangkan menjadi undang-undang No.5 Th. 1969,
tentang pencegahan terhadap penodaan dan atau penyalahgunaan terhadap
Agama, di dalam penjelasannya pasal demi pasal itu mengkonstatir
nama-nama agama sebagaimana yang terdapat di Indonesia seperti
misalnya agama-agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan
Buddha.Sebaliknya jika kita lihat lembaran sejarahkeagamaan di
Indonesia akan tampak adanya pertumbuhan agama-agama di Indonesia
secara berturut-turut adanya agama Hindu, Budha, Islam, Kristen, dan
Katolik.Dari sejarah perkembangan agama itu sangat dapat mempengaruhi
sikap mental bangsa Indonesia di bidang spiritual sedangkan sebagai
akibat dari adanya kolonialisme dalam masa penjajahan bangsa barat
dan timur seperti belanda, prancis, inggris, portugis, hindia dan
jepang itu menimbulkan benih-benih semangat perjuangan yang tinggi
yang anti penjajahan dan merindukan kedamaian persatuan dan kesatuan
kelak mencapai impian bangsa Indonesia dalam membangun rumah tangga
bangsa yang merdeka, berdaulat serta berbudi pekerti yang luhur.
Di dalam ilmu hukum
sebagailmana telah di kemukakan dalam pendahuluan, di Indonesia pada
hakikatnya terdapat 3 kategori hukum materiil, yaitu:
- Hukum materiil yang dapat di kelompokkan pada hukum adat
- Hukum materiil yang dapat di kelompokkan pada hukum agama Islam
- Hukum materiil yang dapat di kelompokkan pada kelompok hukum perdata Barat (B.W) dimana dalam kelompok ini di masukkan pula hukum perdana
Menurut Prof.Dr.Van
Den Berg, bahwa hukum agama dan hukum adat murni yang berkembang,
dengan demikian maka hukum adat itu dapat kita bedakan antara lain
adalah:
- Kaedah-kaedah hukum adat murni, baik berkembang maupun yang belum berkembang. Dalam hal ini tidak terdapat pengaruh unsure agama.
- Kaedah-kaedah hukum agama hindu yang isi dan bentuknya ada masih bersifat murni dan ada pula yang di kembangkan dan di sesuaikan menurut adat istiadat setempat (desa drsta).
Dengan adanya
pengembangan pengertian hukum atau sebagaimana kita lihat, maka
pembagian hukum yang terdapat di Indonesia tepatnta dapat kita bagi
atas empat kelompok hukum yaitu:
- Kelompok hukum adat murni
- Kelompok hukum hindu yang lazim di sebut dengan dharma
- Kelompok hukum islam
- Kelompok hukum B.W yang bersumber pada bentuk hukum Kanonik
Apa yang ingin di
kemukakan adalah B.W. itu adalah hukum pula, sehingga dengan demikian
akan tampak adanya tiga kelompok agama yang berpengaruhdalam
pembentukan hukum di Indonesia yaitu:
- Hukum agama yang mendapat pengaruh atau bersumber pada agama hindu
- Hukum agama yang bersumber pada Hukum islam
- Hukum agam yang bersumber pada hukum kanonik atau nasrani
Secara hitoris
pertumbuhan hukum-hukum keagamaan itu meliputi masa yang luas
seperti:
- Abad III masehi- abad XIV masa proses pertumbuhan hukum hindu
- Abad XIV masehi- abad XVI merupakan masa pertumbuhan hukum islam. Pertumbuhan hukum islam ini kemudian agak terganggu sebagai akibat dari keadaan politik di daerah Indonesia mulai dari abad XVI-XIX
- Abad XVII/XVIII masehi-XIX merupakan masa pertumbuhan hukum kanonik dan mencapai puncaknya pada abad ke XX, setelah berlakunya UUD.45.
Sebagai akibat dari
pada kemajuan-kemajuan yang telah di capai dan makin banyaknya
terjemahan dan gubahan-gubahan hukum agama hindu, maka makin
berkembanglah di seluruh kawasan wilayah kerajaan hindu
Indonesia.Diantara buku-buku yang banyak di sebut oleh peradilan
kerta di dalam memutuskan perkara-perkara adat atau delik adat antara
lain terkenal nama-nama buku seperti Siwasasana, Kuttaramanawa,
Adigama, Purwa digamma, Agama, Manusa sesana Saramuscaya dan
silakrama. Lontar-lontar ini masih tersimpan di Gdung Kertya di bali
dan rumah-rumah penduduk di bali dan Lombok.
Menurut Bapak
Suryono Wignyodipuro S.H dalam bukunya berjudul “ Pengantar
Azaz-azas Hukum adat”,di dalam tulisannya mengutip pendapat Leker
yang menulis Het Hindoe Recht in Indonesia, telah menyimpulkan secara
keliru karena menganggap hukum hindu seolah-olah tidak menjamah pada
masyarakat. Pandangan yang keliru seperti itu, karena justru tidak di
dasarinya bahwa hukum adat yang berlaku di bali di anggap bukan
sebagai hukum agama. Pandangan seperti ini terjadi dan mungkin
terjadi sebagai akibat kurang di meengertinya hukum hindu itu
sendiri. Oleh karena apa yang di kemukakan oleh beliau ada apa yang
di kemukakan oleh Van Vollenhoven dalam hukum adatnya adalah sebagai
akibat kurang pengertian tentang dasar hukum hindu dan kaedah-kaedah
hukum hindu yang berlaku dalam mmasyarakat hindu.Berdasarkan uraian
di atas betapa besarnya peranan hukum agama, termasuk peranan hukum
hindu, sebagai sumber yang menjiwai pandangan dan sikap hidup bangsa
Indonesia yang kita kenal dengan nama pancasila itu, yang menyatakan
bahwa pancasila sebagai landasan hukum yang bersifat riil.
Dengan melihat
pokok-pokok persoalan sebagaimana telah di kedepankan di atas,
akhirnya dapat di simpulkan bahwa sumber hukum bagi berlakunya hukum
agama itu, termasuk pula hukum sebagaimana telah di kemukakan di
atas, pembuktian sumber hukumnya dapat di kemukakan berdasarkan;
- Sumber historis
- Sumber perundang-undangan Negara
Dalam hal peninjauan
berdasarkan sumber perundang-undangan Negara republic Indonesia, masa
sumber-sumber hukum bagi berlakunya hukum agama, termasuk pula hukum
hindu itu, secara berturut-turutbersumber pada:
- Undang-undang dasar 1945
- Ketetapan MPR
- Undang-undang
- Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang
- Peraturan pemerintah
- Keputusan presiden
- Peraturan-peraturan pelaksana lainnya
Adapun undang-undang
dasar 1945 sebagai dasar bagi berlakunya hukum agama, termasuk pula
sebagai dasar bagi berlakunya hukum hindu karena dengan
perundang-undangan dasar Negara itu, berlakunya hukum agama adalah
sebagaimana pula berlakunya hukum lainnya di mana undang-undang dasar
dari Negara itu sendiri di anggap sumber bagi berlakunya
perundang-undangan dalam Negara. Karena kedudukannya terhadap UUD 45
sebagai sumber hukum,UUD 45 memuat 2 aspek hukum yaitu:
- Sebagai aspek pandangan hidup bangsa atau falsafah Negara, tercantum di dalam Mukadimah UUD 45
- Sebagai landasan strikturil (konstitutionil) merupakan UUD 45
Antara Mukadimah UUD
45 dewngan pasal-pasal dari pada undang-undang dasar 1945, tidak
dapat pertentangan melainkan justru pasal-pasalnya bertujuan untuk
merumuskan pokok-pokok landasan hukum bagi memungkinkan terwujudnya
hasrat yang terkandung dalam cita-cita pancasila sebagai bagian dari
pada cita-cita bangsa Indonesia di dalam menegakkan kemerdekaannya.
Kepercayaan atas
Tuhan yang maha esa tidak hanya percaya akan adanya tuhan tetapi juga
mencakup asas memperlakukan hukum-hukumnya sebagai pedoman yang
mengikat bagi para umatnya karena justru predikat seseorang menganut
salah satu dari pada agama itu sendiri adalah di lihat dari kuasa
hukum agama yang berlaku atas dirinya. Kerena itu, bagaimana juga
kaedah-kaedah hukum agama itu tercakup tiga bentuk norma yang
bersifat wajib dengan bentuk perintah-perintah, yang memuat
kaedah-kaedah hukum yang bersifat melarang dengan ancaman hukum kalau
di langgar dan kaedah-kaedah hukum yang bersifat fakultatif atau
kebolehan. Dengan demikian maka kaedah agama itu dasarnya adalah
terbentuk kaedah-kaedah hukum yang mengikat umatnya dan di jadikan
dasar dalam segala tingkah laku mereka sehari-hari. Adapun kitab suci
yang merupakan dasar bagi pandangan hidup seseorang penganut agama
itu, adalah karena kitab suci memuat ajaran dan aturan yang harus di
indahkan oleh setiap umat Bergama. Oleh karena itu, sebagaimana
halnya mereka menundukkan diri mereka pada kitab suci yang menjadi
pedoman dasar bagi agama itu sendiri.Oleh karena itu dengan melalui
landasan perundang-undangan dapat di nyatakan bahwa berlakunya
kaedah-kaedah hukum agama itu sendiri secara formal telah di tampung
untuk di perlakukan sebagai undang-undang melalui dasar-dasar hukum
yang sah.
Adapun beberapa
tugas pokok di bidang pembangunan hukum sebagaimana tampak menurut
GBHN. Tap MPR No IV/MPR/1973 Unit C (e) antara lain adalah sebagai
berikut:
- Ketahanan nasional adalah mutlak perlu dalam melaksanakan cita-cita proklamasi kemerdekaan 1945, menuju masyarakat adil dan makmur, materiil dan spiritual berdasarkan pancasila di dalam wadah Negara kesatuan republic Indonesia yang merdeka berdaulat dan bersatu, dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka bersahabat, tertib dan damai.
- Ketahana nasional itu harus di wujudkan di segala bidang kehidupan yaitu di bidang-bidang ideology, politik, ekonomi hukum, agama, kepercayaan kepada tuhan yang maha esa, social, budaya dan pertahanan keamanan yang berlandaskan idiil pancasila dan konstitusi UUD1945.
Memperhatikan
rumusan itu, maka di dalam pembangunan di bidang hukum yang bersifat
nasional tidak dapat di elakkan bahwa untuk itu kita harus selalu
memperhatikan kaedah hukum agama. Tentang penegasan yang menunjukkan
agama berdiri sendiri dari kepercayaan kepada tuhan yang maha esa
menunjuk pada suatu pengertian bahwa antara agama dan kepercayaan
pada tuhan yang maha esa adalah tidak sama.Adapun perlunya studi
hukum agama ini terutama di dasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
- Tap MPR X/MPR/1973 menjamin terlaksananya pasal 1 dan 4 UUD 45, yaitu dalam rangka membina kesatuan bangsa dalam wadah Negara kesatuan
- Tap MPR No. X/MPR/1973 menjamin pula berlakunya Tap. MPR No.6/MPR/72.No.I/MPR/1973 No.IV/MPR/1973 dan No. IX/MPR/1973
Pengkaitan agama
dalam berbagai produk perundang-undangan banyak kita jumpai sehingga
dengan demikian dapatlah kita konstatir tentang pengaruh
pikiran-pikiran agama dan keagamaan di dalam pembuatan undang-undang.
Untuk membuktikan betapa besarnya pengaruh agama dalam berbagai
perundang-undangan dapat kita tunjuk beberapa contoh
perundang-undangan yakni:
- Ordonasi Tgl. 15 12 1933 Stb. 1933 No. 74 jo. 1936 No. 247 dan 605 yang di rubah dengan Stb 1938/264 dan 370, 1939/288 dan 1946/136 yang kemudian di cabut pasal-pasalnya.
- UU. No 5 Th 1960 yaitu UUPA, secara tak langsung menyebut pula dalam beberapa pasalnya masalah hukum agama.
- Panpres No. 1/1965 yang telah di undangkan menjadi UU. No. 5 Th. pengertian akan perlunya pengethauan kaedah hukum agama.
- UU. No. 1/74 yaitu undang-undang tentang perkawinan.
- Paswara yaitu semacam perundang-undangan Negara pula pernah berlaku dan masih berlaku hingga sekarang,dasarnya dan bentuk isinya adalah merupakan keputusan raja atau pemerintah yang mempunyai kedudukan sebagai UU.
- Keberadaan dan Penataan Hukum Hindu di Indonesia
Para pakar hukum
memandang perlu untuk mempersoalkan tentang keberadaan hukum hindu di
Indonesia serta perlu penataan kembali atas hukum hindu itu sendiri.
Pandangan ini memang tepat, mengingat umat hindu di Indonesia
bukanlah kelompok yang eksklusif dan tertutup, melainkan berada
sebagai bagian dari bangsa Indonesia, serta berinteraksi dengan
sesame umat beragama lainnya, lebih-lebih lagi jika di kaitkan dengan
perubahan dan perkembangan serta kecenderungan yang terjadi pada masa
yang akan datang.
Dengan situasi yang
seperti itu hukum hindu tidak bisa lepas dari pengaruh luar baik yang
positif maupun yang negative, maupun yang dari perubahan yang terjadi
dikalangan intern umat hindu sendiri.Dengan demikian tidak dapat di
sangkal bahwa hukum hindu pun mengalami perubahan, dari perubahan
yang paling mendasar maupun perubahan yang tidak prinsip.
Persoalan-persoalan
di atas tidak bisa di jawab hanya dengan satu atau dua kalimat
ataupun di jawab dengan jawaban yang merupakan hasil
imajinasi,melainkan harus di lakukan dengan suatu penelitian ilmiah,
yang mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama. Penelitian ilmiah
tidaklah cukup membaca kitab-kitab suci hindu, tetapi juga harus di
hubungkan dengan kenyataan dalam masyarakat (umat hindu).
Tanpa mengecualikan
atau mengurangi arti dan makna persoalan-persoalan lain yang tidak di
ungkapkan di sini, kiranya masalah-masalah prinsip seperti di uraikan
di atas yang berkenaan dengan “keberadaan hukum hindu” ini saja
sudah merupakan pekerjaan besar. Oleh karena itu seperti kita ketahui
umat hindu di Indonesia sebagai warga Negara Indonesia juga tunduk
dengan hukum nasianal maupun hukum adatnya masing-masing, dalam
beberapa hal, semuanya itu juga merupakan hukum positif dan hukum
yang hidup serta harus di taati oleh siapapun itu.
Sebenarnya kalau
kita berbicara tentang hukum hindu maupun hukum-hukum lainnya yang
berlaku di Indonesia, seyogyanya di arahkan pada suatu arah dan
tujuan yang lebih luas dan besar. Tegasnya harus di kaitkan dengan
kehidupan berbangsa dan bernegara, persoalan hukum maupun persoalan
lain yang ada atau terjadi dalam Negara Indonesia tidak dapat di
lepaskan begitu saja dari pembangunan nasional seperti telah di
rumuskan dalam ketetapan Majelis Permusyawarahan Rakyat No:
II/MPR/1988 tentang garis-garis besar haluan Negara.
Salah satu butir
dari pembangunan nasional itu adalah pembangunan dalam bidang hukum,
yang pada dasarnya menyatakan bahwa pembangunan dan pembinaan dalam
bidang hukum hindu di maksudkan untuk di abadikan bagi kepentingan
nasional. Sebenarnya kalau di telusuri secara lebih mendalam, usaha
untuk mewujudkan, membangun dan membina suatu hukum nasional yang
berlaku bagi tumpah darah Indonesia, sudah sejak lama di laksanakan.
Inilah salah satu yang di amanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Peradilan adalah benteng terakhir dalam proses penegakan hukum dan
keadilan “ Demikian ungkapan umum yang bergema dalam masyarakat.
Apabila ungkapan ini di asumsikan sebagai benar demikian, dapatlah di
artikan bahwa sebelum satu masalah (perkara) di ajukan kehadapan
pengadilan sepatutnya suatu masalah atau perkara itu di selesaikan
secara musyawarah dan damai di luar pengadilan, kecuali untuk perkara
pidana yang bukan merupakan delik aduan. Akan tetapi hal yang lebih
penting bahkan amat penting yakni meningkatkan kesdaran hukum
masyarakat termasuk umat hindu, supaya masyarakat hindu agar
benar-benar mentaati dan menerima secara lahiriah dan batiniah dalam
hal hukum tersebut. Dalam hal ini termasuk pula kesadaran hukum
masyarakat umat hindu terhadap hukum hindu. Dengan demikian dapat di
harapkan bahwa masalah atau perkara-perkara yang di ajukan ke
pengadilan hanyalah masalah yang benar-benar tidak bisa lagi di
selesaikan secara musyawarah dan damai
Selain dari pada
hal-hal seperti di uraikan di atas, ada lagi hal-hal yang juga tidak
kalah pentingnya, jika peradilan agama hindu itu harus di
realisasikan, seperti misalnya:
- Masalah yuridiksi dan kompetensi dari peradilan agama hindu tersebut, misalnya jenis perkara apa saja yang harus menjadi kompetensinya.
- Masalah hukum acara yang akan di pakai, apakah menggunakan hukum acara sendiri ataukah hukum acara secara perdata.
- Masalah kualifikasi dari hakim-hakim dan peniteranya.
- Masalah eksekusi atau putusannya.
- Masalah perangkat keras dan perangkat lunaknya, yang menbutuhkan biaya yang cukup banyak untuk membangun dan membina semua itu.
Seandainya
cukup alasan untuk merealisasikan peradilan agama hindu, langkah yang
harus di tempuh masih cukup panjang. Hal ini terutama di sebabkan
oleh karena pembentukan suatu badan peradilan harus denga
undang-undang. Tegasnya sebagaimana di atur dalam pasal 24
undang-undang dasar 1945 ayat (1) dan ayat (2) yang masing-masing
menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman di lakukan oleh sebuah mahkamah
agung, badan kehakiman menurut undang-undang, serta susunan dan
kekuasaan badan-badan kehkiman itu di atur dengan undang-undang.
Ketentuan ini jelas bersifat imperative, dalam arti bahwa tidak
mungkin ada badan peradilan swasta atau badan peradilan yang di
bentuk berdasarkan pada peraturan yang derajatnya lebih rendah dari
pada undang-undang.
Khusus bagi umat
hindu di daerah bali, mayoritas dari umat hindu di Indonesia, apakah
perkara-perkara adat atau yang menyangkut agama (hindu) tidak cukup
diajukan kehadapan pengadilan umum (pengadilan negeri,pengadilan
tinggi dan Mahkamah Agung)? Kalau misalnya pengetahuan para hakim
peradilan umum tersebut dalam bidang hukum adat bali maupun hukum
(agama hindu). Dianggap masih kurang, sebaiknya mereka di berikan
penataan untuk meningkatkan pengetahuan mereka oleh instansi atau
lembaga yang berwenang.
- Eksistensi Hukum Hindu di Indonesia
Mengengenai konsepsi
hukum hindu ini, dalam makalah seminar (cendikiawan hindu Indonesia,
16-17sepetember 1988) telah di uraikan secara panjang lebar terutama
sekali dalam bagian mengenai tinjauan umum tentang hukum hindu. Namun
apa yang di sajikan di dalam uraian tersebut menurut hemat pembahas
belum memberikan ketegasan mengenai apa yang sebenarnya hukum hindu
itu. Paling tidak, belum ada kejelasan mengenai konsepsi hukum hindu
yang di gunakan oleh pemasaran. Di dalam makalah terlihat penggunaan
konsepsi hukum hindu sebagai nilai, sebagai hukum alam yang bersifat
abadi, sebagai hukum positif yang tercermin dalam perundang-undangan.
Di dalam Dharma terkandung pedoman hidup bertingkah laku sebagai umat
beragama (hindu), sehingga dengan demikian mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas, yaitu mengikuti pelaksanaan keagamaan. Sehubungan
dengan hal tersebut maka perlu di telusuri lebih lanjut yaitu yang
mana dari sumber-sumber tersebut benar-benar sebagai sumber hukum
bagi umat hindu. Menurut hemat pembahasan sumber yang jelas bagi umat
hindu adalah weda dan smerti karena banyak bentuknya yang tertulis
dan dapat di pandang sebagai sumber yang di peroleh langsung dari
wahyu Tuhan. Sedagkan yang lainnya seperti acara dan atmanastuti
lebih banyak menunjukkan identitasnya sebagai sumber dalam kehidupan
beragama (dharma dalam arti sempit)
Berpegang pada
uraian di atas maka, hukum hindu sudah seyogyanya di arahkan kepada
pengertian sebagai pedoman bertingkah laku bagi umat hindudalam
pergaulan masyarakat, yang bersumber pada kitab suci agam hindu yang
dalam pelaksanaannya dapat di paksakan oleh masyarakat atau melalui
suatu lembaga yang di bentuk oleh masyarakatnya. Mengenai keberadaan
hukum hindu dalam tiga aspek tersebuttampaknya hanya melihat wujud
ataupun peran dari hukum hindu tersebut di atas tampaknya hanya
melihat wujud ataupun peran dari hukum hindu tersebut sebagai
nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang membentuk karakternyasebagai
insane yang baik dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu
memperhatikan ajaran-ajarannya. Demikian pula kaitannya dengan
pembangunan , pemasaran hanya menetapkan sumber hukum hindu sebagai
pembentuk sikap moral dari penganut agama hindu dalam mendukung
pembangunan di Indonesia sejalan dengan GBHN. Dalam hubungan ini
kiranya perlu di kemukakan wujud yang lebih konkrit dari hukum hindu
dalam bentuk prinsip-prinsip hukumnya yang dapat di jadikan dasar
atau pegangan dalam kehidupan.
Dalam pembahasan
mengenai pengaruh hukum hukum terhadap hukum adat khususnya di bali
dan Lombok, pemasaran tampaknya menerima pendapat bahwa hukum adat di
kalangan masyarakat hindu di bali dan di Lombok itu sebenarnya adalah
hukum hindu, terutama sekalai yang meyangkut bidang waris hukum
pidana (adat delict), dalam bidang hukum perdata khususnya hukum
waris, hukum perkawinan dan kekeluargaan. Pandangan pembahas di atas
di kemukakan sehubungan dengan adanya teori mengenai resepsi hukum
agama oleh hukum adat yang di kemukakan oleh Fan den Borg dan Salmon
Koyzor dengan nama “teori reception in complxu” (pemerintah dalam
keseluruhan). Menurut teori ini hukum adat merupakan suatu golongan
masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat dari hukum agama yang
di anut oleh golongan masyarakat itu (Iman Sudyat, 1981). Teori ini
sangat di tentang oleh para hukum adat seperti Van Vollenhoven dan
Snouck Hurgronje serta Ter Haar yang padsa akhirnya memberikan
kesimpulan hanyalah bidang hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum
waris ada pengaruh dari hukum agama namun bukan sepenuhnya hukum
agama. Hal ini di sebabkan karena hukum adat memiliki dua unsure
yaitu unsure asli dan unsure agama. Unsur asli yaitu yang bersumber
pada budaya masyarakat yang menempati bagian terbesar dari hukum adat
tersebut, sedangkan unsure agama sebagaian kecil saja (Boleman B.
Taneko, 1881). Prof Hazirin sebagai tokoh islam bahkan secara keras
menentang teori ini dengan mengatakan sebagai teori iblis.
Apabila di simpulkan
hukum adat khususnya di bali dan di Lombok yang berlaku bagi umat
hindu mendapat pengaruh dari agama hindu, terutama sekali yang
menyangkut bidang hukum kekeluargaan, perkawinan dan warisan. Dengan
kesimpulan ini maka sudah tentu hukum yang berlaku di kalangan umat
hindu akan lebih menampakkan dirinya sebagai hukum asli (hukum adat)
dengan corak khas hindu. Pada sisi lain kita perlu juga melihat
kenyataan yang ada pada masyarakat hindu baik di bali maupun di
Lombok, terutama yang menyangkut persepsi anggota masyarakat mengenai
hukum yang perlu bagi mereka. Sejauh pengamatan kami maka masyarakat
hukum yang sudah di warisi sejak dahulu dan mereka mempunyai resepsi
bahwa hukum hindu yang berlaku tersebut adalah hukum adat dengan
memiliki corak kehidupan (hinduistis)
BAB III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Adapun kesimpulan
dari penulisan makalah ini yakni bahwa Hukum adalah sesuatu yang
sangat penting di terapkan di masyarakat terutama atau khususnya
masyarakat yang HINDU DI BALI hal ini dapat mencerminkan sikap dan
perilaku yang muncul dalam masyarakat manusia itu sendiri dalam
perwujudan riil pada sikap dan selalu berpandangan bahwa suatu
masyarakat bangsa pada umumnya harus berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 dan Pancasila yang akan mempengaruhi sikap mental suatu
masyarakat.
- SARAN
Adapun saran dari
penulisan makalah ini yakni semua pihak atau masyarakat bali
khususnya agar mentaati hukum atau kaidah-kaidah yang berlaku di
masyarakat,guna untuk mensejahterakan masyarakat agar tidak
terjadinya juga ketumpang tindihan antara polemik-polemik
permasalahan di masyarakat yang ada, serta seandainya ada
permasalahan yag terjadi di masyarakat agar cepat di musyawarahkan
secara kekeluargaan.!
No comments:
Post a Comment